Relevansi Aksi Kamisan di Tengah Ketidakadilan

Sejumlah aktivis Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) melakukan Aksi Kamisan ke-807 di seberang Istana Merdeka.
Sejumlah aktivis Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) melakukan Aksi Kamisan ke-807 di seberang Istana Merdeka.

Satuimpresi.com – Aksi Kamisan merupakan bentuk aksi damai yang telah berlangsung di Indonesia sejak tahun 2007. Keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) menggagas aksi ini, didukung berbagai elemen masyarakat sipil. Setiap Kamis sore, di depan Istana Merdeka Jakarta, peserta berdiri diam dengan membawa payung hitam sebagai simbol duka dan perlawanan terhadap ketidakadilan. Aksi ini menuntut pemerintah mengungkapkan kebenaran, memberikan keadilan, serta menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang hingga kini belum terselesaikan.

Keluarga korban pelanggaran HAM berat, termasuk keluarga korban Tragedi 1965, Tragedi Trisakti dan Semanggi, serta penghilangan paksa aktivis pada 1998, memulai Aksi Kamisan. Payung hitam melambangkan duka, perlindungan, dan perlawanan terhadap ketidakadilan yang belum teratasi.

Seiring waktu, Aksi Kamisan melampaui sekadar aksi diam untuk mengenang korban pelanggaran HAM. Generasi muda kini berpartisipasi, membawa semangat baru dan menyuarakan solidaritas serta harapan akan perubahan yang lebih baik.

Selain itu, aksi ini telah menjadi simbol perlawanan damai yang konsisten dan menggugah kesadaran publik. Namun, setelah lebih dari satu dekade, apakah Aksi Kamisan masih relevan? Pertanyaan ini memerlukan pemahaman tentang konteks sosial, politik, dan hukum yang berkembang di Indonesia.

Ketidakadilan yang Masih Berlangsung

Aksi Kamisan tetap relevan karena banyak kasus pelanggaran HAM di Indonesia masih belum terselesaikan. Kasus seperti Tragedi 1965, peristiwa Talangsari 1989, penghilangan aktivis pada 1997-1998, dan Tragedi Trisakti-Semanggi terus menunggu keadilan. Hingga kini, upaya penyelesaian kasus-kasus tersebut terhalang oleh kepentingan politik dan lemahnya penegakan hukum.

Pemerintah sering kali hanya memberikan janji tanpa realisasi untuk menuntaskan pelanggaran HAM masa lalu. Meskipun beberapa presiden menjanjikan penyelesaian, hasilnya masih jauh dari harapan. Aksi Kamisan mengingatkan para pemimpin dan masyarakat bahwa masalah ini belum selesai, dan korban serta keluarga mereka masih menunggu keadilan.

Pentingnya Kesadaran Kolektif

Aksi Kamisan membangun kesadaran kolektif masyarakat tentang pentingnya hak asasi manusia dan peran warga negara dalam mengawasi kebijakan pemerintah. Generasi muda yang terlibat menunjukkan bahwa isu HAM tetap menjadi perhatian di kalangan anak muda. Partisipasi mereka memperlihatkan bahwa perjuangan untuk keadilan dan kebenaran adalah tanggung jawab lintas generasi.

Keberadaan Aksi Kamisan di berbagai kota di Indonesia memperkuat simbol solidaritas masyarakat terhadap korban pelanggaran HAM.

Tantangan dan Harapan

Meskipun berlangsung lebih dari satu dekade, perjuangan untuk keadilan bagi para korban pelanggaran HAM di Indonesia masih menghadapi tantangan besar. Penegakan hukum yang lamban dan kurangnya perhatian pemerintah menjadi hambatan. Namun, meningkatnya keterlibatan generasi muda membawa harapan bahwa suara perjuangan ini akan terus bergema.

Aksi Kamisan adalah bukti bahwa perjuangan untuk keadilan tidak memiliki batas waktu. Selama ketidakadilan masih ada, perjuangan harus terus berlanjut.

Baca juga: “Wajah Baru Wakil Rakyat: Akankah Mejawab Asa Suara Masyarakat?”

Bagikan: Relevansi Aksi Kamisan di Tengah Ketidakadilan