Israel dan Tragedi Kemanusiaan di Gaza

Aksi Bela Palestina
Aksi bela Palestina di kawasan sekitar Monumen Nasional, Jakarta Pusat, Sabtu (29/05/2024).

Satuimpresi.com – Sejak 7 Oktober 2023, Israel terus menggempur Palestina. Serangan itu menewaskan lebih dari 61.700 warga Palestina. Pemerintah Gaza mencatat, 17.881 dari jumlah korban merupakan anak-anak. Sebanyak 214 di antaranya adalah bayi yang bahkan belum sempat mengenal dunia.

Tak berhenti di sana, sekitar 14.000 orang hingga kini masih tertimbun reruntuhan bangunan. Sementara itu, lebih dari dua juta penduduk Gaza harus mengungsi, sebagian dari mereka telah berpindah tempat hingga puluhan kali demi menghindari kematian.

Data UNICEF menunjukkan, lebih dari 50.000 anak-anak tewas atau terluka selama agresi Israel (Sumber: UNICEF). Angka ini menunjukkan bahwa setiap kematian bagi 35 hingga 38 anak. Setiap detik, satu anak Palestina kehilangan hidupnya, harapannya, dan masa depannya.

Jurnalis Jadi Sasaran Kekerasan

Agresi Israel juga membidik jurnalis. Lebih dari 220 jurnalis Palestina terbunuh sejak perang dimulai. Dunia jurnalisme kehilangan nyawa dan suara dari mereka yang seharusnya menjadi saksi dan pengawas jalannya konflik.

Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) mencatat Gaza sebagai tempat paling berbahaya bagi wartawan di dunia saat ini. Israel menyerang dengan sadar, menghancurkan kantor media, dan menargetkan para jurnalis, baik saat mereka sedang bertugas maupun saat berada di rumah.

Hukum Internasional Lindungi Jurnalis

Hukum internasional tidak membenarkan kekerasan terhadap jurnalis, bahkan di tengah konflik bersenjata. Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan I tahun 1977 secara tegas menyatakan bahwa jurnalis adalah warga sipil selama mereka tidak berpartisipasi dalam permusuhan.

Pasal 79 Protokol Tambahan I menyebutkan bahwa jurnalis yang melakukan misi profesional berbahaya tetap mendapat perlindungan sebagai warga sipil. Dengan kata lain, setiap serangan terhadap jurnalis merupakan pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional.

Dewan Keamanan PBB melalui Resolusi 2222 pada tahun 2015 juga mengutuk kekerasan terhadap jurnalis dan menegaskan bahwa negara-negara wajib melindungi pekerja media serta mengusut segala bentuk serangan yang terjadi.

Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional bahkan mengklasifikasikan serangan terhadap jurnalis sebagai bagian dari kejahatan perang jika dilakukan secara sistematis. Maka, tindakan Israel tidak hanya brutal, tapi juga melanggar norma dan hukum internasional.

Krisis Pendidikan yang Dihancurkan Israel

Ratusan sekolah dan universitas di Gaza hancur akibat serangan udara Israel. Anak-anak tidak hanya kehilangan rumah dan keluarga, mereka juga kehilangan masa depan. Pendidikan di Gaza hancur lebur. Anak-anak yang selamat harus belajar di tempat pengungsian dengan kondisi yang tidak layak.

Israel tidak hanya menghancurkan bangunan fisik, mereka juga menghancurkan masa depan Palestina. Mereka menciptakan generasi yang tumbuh tanpa pendidikan, tanpa harapan, dan tanpa akses untuk memperjuangkan kehidupan yang lebih baik.

Mengapa Dunia Masih Diam?

Pertanyaan-pertanyaan ini terus menggelayuti mereka yang menuntut keadilan. Mengapa dunia tetap membiarkan Israel melakukan pembantaian terhadap rakyat Palestina tanpa adanya tindakan tegas? Mengapa PBB belum mengambil langkah yang kuat? Dan mengapa banyak negara besar justru memilih bungkam atau bahkan memberi dukungan terhadap aksi kejam tersebut?

Israel tidak bergerak sendiri. Mereka mengandalkan dukungan dari sekutu-sekutu kuat seperti Amerika Serikat, yang terus membela dan menyuplai senjata. Dunia melihat kejahatan ini, namun hanya sedikit yang berani bersuara lantang. Ironis, karena dunia yang mengaku menjunjung hak asasi manusia justru membungkam kebenaran ketika pelakunya adalah Israel.

Baca Juga: “Prabowo Siap Buka Hubungan dengan Israel”

Bagikan: Israel dan Tragedi Kemanusiaan di Gaza