Permasalahan Kesehatan Jiwa dan KDRT Menjadi Sorotan Komnas Perempuan di Hari Kesehatan Mental Sedunia

Woman hand sign for stop abusing violence, Human Rights Day concept.

Menurut laporan yang terlampir dalam Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Indonesia menghadapi tantangan serius dalam sektor kesehatan jiwa dan dampak kekerasan berbasis gender.

“Prevalensi gangguan jiwa di Indonesia mencapai sekitar 20% dari total populasi yang mencapai 250 juta jiwa. Tetapi banyak dari mereka belum mendapatkan akses yang memadai ke layanan kesehatan jiwa, terutama di tingkat provinsi. Data menunjukkan bahwa hanya ada sekitar 1.053 psikiater di Indonesia. Menandakan satu psikiater harus melayani sekitar 250 ribu penduduk,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza dalam siaran pers, Senin, (9/10/2023).

Komnas Perempuan mencatat bahwa kekerasan berbasis gender, khususnya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dapat menyebabkan luka fisik dan luka psikologis yang serius. Contohnya seperti kecemasan, depresi, dan trauma berkepanjangan. Dalam beberapa kasus, kekerasan berbasis gender bahkan berujung pada tindakan bunuh diri.

Komisoner Komnas Perempuan, Rainy Hutabarat menjelaskan, bahwa pentingnya memberikan perhatian khusus kepada korban KDRT untuk mencegah tindakan bunuh diri. Ia juga menyoroti masalah sosial dan budaya yang membuat sulit bagi korban untuk melaporkan kasus KDRT.

“Kadang-kadang, korban merasa malu atau takut untuk mengungkapkan kekerasan seksual yang mereka alami. Sementara pelaku KDRT sering mengancam atau memaksa korban untuk tidak melaporkan kasus tersebut,” katanya.

Selain itu, orang dengan gangguan jiwa, termasuk perempuan korban kekerasan seksual, sering menghadapi hambatan dalam mengakses layanan kesehatan mental yang terjangkau dan layak. Meskipun, Undang-Undang No. 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual memberikan jaminan hak pemulihan bagi korban. Seringkali hak ini tidak terpenuhi dengan baik karena keterbatasan jumlah psikolog dan psikiater, terutama di daerah terpencil.

Veryanto Sitohang, Komisioner Komnas Perempuan, juga menyoroti masalah kurangnya tenaga psikolog di tempat-tempat tahanan dan fasilitas serupa. Ia mengutip sejumlah fasilitas pemasyarakatan yang jumlah warga binaannya jauh melampaui kapasitas hanya memiliki sedikit pengawas. hal ini menunjukkan bahwa pentingnya perawatan kesehatan mental masih diabaikan.

Komnas Perempuan mendorong tiga tindakan konkret untuk menyambut Hari Kesehatan Mental Sedunia. Bertemakan “Kesehatan Mental merupakan Hak Asasi Manusia yang Universal.”

1. Kementerian Kesehatan RI diminta untuk memperkuat layanan di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Seperti menyediakan layanan kesehatan mental yang mencakup psikologis bagi perempuan korban kekerasan berbasis gender, termasuk kekerasan seksual.

2. POLRI segera membentuk Direktorat Perempuan dan Anak dengan menyediakan dukungan bagi perempuan korban kekerasan berbasis gender. Dalam rangka mencegah trauma berulang dan memastikan hak pemulihan mereka terpenuhi.

3. Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia segera memperkuat layanan kesehatan mental di lembaga pemasyarakatan dan mendekatkan akses layanan bagi tahanan perempuan, termasuk perempuan yang hukuman mati atau hukuman seumur hidup.

Komnas Perempuan menegaskan, komitmennya untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya layanan kesehatan mental yang terjangkau dan efektif bagi perempuan di Indonesia guna mengatasi masalah kesehatan jiwa dan kekerasan berbasis gender yang masih mengancam banyak individu.

Bagikan: Permasalahan Kesehatan Jiwa dan KDRT Menjadi Sorotan Komnas Perempuan di Hari Kesehatan Mental Sedunia