Resahnya Kualitas Udara yang Buruk di Ciputat

dok.pribadi (Natasya Aurel)

Satuimpresi.com – Terkesiap aku mencium aroma busuk dengan melihat kabut setinggi dua meter di atas permukaan air setu. Kabut yang sekejap mata terkontaminasi oleh polutan pengrusak negeri. Hati meringis ketakutan. Mata seketika berkaca-kaca menahan air mata yang tumpah ruah. Akan tiba reruntuhan yang meratakan bumi dan seluruhnya. Punahnya tiap makhluk hidup. Kemudian, ke mana peradaban yang tiada ampun? Masih kah ada kesempatan menikmati alam meski gas CO2 sudah menjulang tinggi? Dalam benak bertanya sampai kapan manusia kuat menopang krisis udara bersih ini.

Selasa (30/05/23), Sejumlah kendaraan memadati jalan di Ciputat, Tangerang Selatan. Kualitas udara yang tidak menyehatkan telah berstatus Tidak Sehat di angka 187 dengan partikulet (PM) 2,5. Hal ini bersumber dari laman resmi IQAIR yang dapat tersimpulkan, Tangerang Selatan menduduki posisi teratas terancam kualitas udara bersih. Dalam World Air Quality Report juga mencatat Tangsel masuk daftar 30 besar kota dengan kualitas udara terburuk di dunia dengan urutan ke-24.

Udara di wilayah Ciputat di berbagai titik sudah terkontaminasi oleh polusi yang berasal dari karbonmonoksida (CO) dan karbondioksida (CO2). Beberapa faktor yang menurunkan kualitas udara yaitu, penggunaan kendaraan bermotor (knalpot bocor), merokok saat berkendara, serta pembakaran timbunan sampah yang kemudian membusuk hingga mencemari lingkungan.

Kabut putih di pagi hari ternyata hanyalah sejuta polutan yang memuai mengudara. Semakin hari keadaan bertambah buruk dengan kepadatan penduduk yang tidak bisa dihindari. Kemacetan membuat siapa pun sesak dada dengan asap kendaraan dari kanan, kiri, depan, dan belakang. Oleh karena itu, perlu imbauan berlanjut agar masyarakat selalu memakai masker ketika beraktivitas di luar ruangan.

Bahkan langkah kecil bisa dilakukan dengan memilih moda transportasi umum. Contoh lainnya bila memungkinkan jika jarak tempuh seseorang ke kampus hanya 2 – 3,5 km maka bisa sesekali menggunakan sepeda. Itu terkesan aneh namun bisa memulihkan kualitas udara dengan efisien. Pembangunan fasilitas publik Ruang Terbuka Hijau (RTH) juga patut merata di berbagai wilayah Tangsel. Terkhusus di Ciputat, masih jarang ku temukan taman dengan pepohonan rindang di dalamnya.

Karena menurutku kondisi ini bukan hanya perlu penanganan serius. Namun, mengancam jiwa. Meningkatkan kesadaran dalam kasus seperti ini jelas sekali urgensinya. Dampak akibat penurunan kualitas udara ada banyak. Diantaranya, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), penularan virus oleh udara, peradangan, mata memerah, dan menurunnya kadar oksigen dalam darah.

Jika sewaktu-waktu paparan udara tak menyehatkan semakin tidak terkendali, penggunaan penyaring udara di area bagian depan rumah dapat menjadi pilihan. Dengan begitu udara di rumah juga tak ikut tercemar. Antisipasi adalah langkah menguntungkan ibarat sedia payung sebelum hujan. Lebih baik mencegah daripada mengobati.

Bagikan: Resahnya Kualitas Udara yang Buruk di Ciputat