Satuimpresi.com – Toko buku legendaris Gunung Agung mulai kurang menjadi perhatian. Koleksi karya-karya dari mulai tempo dulu hingga tren terkini hanya tinggal kenangan. Penggemar setia mengurungkan niat untuk singgah dan beralih ke area terbuka seperti taman literasi nan asyik. Desas-desus pemberhentian pegawai secara sepihak tak satu pun bersuara. Toko Buku Gunung Agung sedang tidak baik-baik saja.
Alasan Menutup Seluruh Gerai pada Tahun ini
Toko buku paling legendaris di Indonesia yang berdiri sejak 1953 mulai meredup. Selain menurunnya minat pengunjung, namun PT GA Tiga Belas yang menaungi Toko Gunung Agung akan resmi tutup di seluruh gerainya pada tahun ini. Lantas apa yang menjadi alasan yang membuat satu-persatu toko tersebut tutup? Kesulitan ekonomi menjadi salah satu faktor tidak stabilnya keuangan/kas perusahaan. “Langkah seperti ini harus kami ambil karena perusahaan tidak dapat bertahan dengan tambahan kerugian operasional per bulannya yang kian membengkak,”
Dengan kesigapan dan kejujurannya, Direksi PT Gunung Agung Tiga Belas menjabarkan alasan mengenai kabar tersebut.
Koleksi Buku Semakin Berkurang
Kumpulan buku-buku import juga mulai terenggut hingga terdapat cela dalam koleksi andalan dari tempo dulu hingga sekarang. Katalog yang biasanya menjadi opsi kesukaan, sudut sunyi untuk membaca dan menghabiskan waktu bersama teman pun tinggal kenangan. Seperti gerai Toko Buku Gunung Agung di Jalan Kwitang, Jakarta Pusat. Gedung yang memiliki empat lantai sudah tidak seelok dulu. Lantai 4 sudah tidak beroperasi yang tadinya penuh buku-buku berupa novel. Sehingga efisien ruangan di Gedung itu pun lewat ternonaktifkannya lantai 4 menjadi salah satu indikator produk yang toko Gunung Agung promosikan telah menyusut.
Pelanggan setia toko buku tersebut mulai merubah perspektif seiring menjamurnya area hijau terbuka nan artistik (taman literasi). Pengunjung termanjakan dengan pemandangan taman yang berdiri di sudut kota. Ruang membaca yang lebih intens dan koleksi buku bacaan edisi lengkap. Pengunjung tidak perlu khawatir saat membaca buku atau mengerjakan paper karena suasananya yang nyaman dan semua sibuk akan urusannya sendiri. Atmosfer yang berbeda sungguh terasa ketimbang harus duduk-duduk di sebelah rak buku yang memadatkan area jalan hanya untuk membaca sampel buku yang plastiknya sudah sobek. Ini bisa jadi alasan mengapa pengunjung Toko Buku Gunung Agung mulai sepi.
Pandangan Narasumber
Salah seorang mahasiswi berpendapat bahwa toko buku hanya untuk sekedar membeli buku, dan terkadang di pusat perbelanjaan konvensional milik perusahaan sebelah saja yang ia pilih. Ketika ingin menghabiskan waktu santai di sore hari, ia lebih memilih pergi ke taman literasi di sudut Blok M untuk menyejukkan pikiran sembari membaca buku di area yang tersedia.
“Lebih suka toko buku di dalam mall yang menyediakan buku-buku berbasis internasional, lebih lengkap dan orisinil, serta kelengkapan alat tulis yang model terbaru, harga juga sangat menjamin kualitas buku sehingga dapat awet untuk disimpan,” ujar mahasiswi di halte Transjakarta saat saya wawancarai.
Pengakuan Mantan Pegawai
Desas-desus pemberhentian pegawai secara sepihak tak satu pun bersuara. Mulut pun tak diam saja terus membungkam. Eks pegawai mengakui adanya PHK sepihak. Dia pernah bekerja cukup lama dan mengalami PHK pada Oktober tahun lalu. “Sejak tahun 2020 sampai 2022 ada sekitar 220-an pegawai yang di PHK,”
Lebih lanjut ujar eks pegawai Toko Gunung Agung, ia sama sekali tidak mendapatkan upah atau ganti rugi sama sekali. Untuk terakhir kalinya ia diberi upah saat bulan-bulan terakhir bekerja. Bahkan tidak ada informasi apa pun terkait PHK yang seharusnya informasi itu tersampaikan sejak akhir bulan keputusan adanya PHK untuk para karyawan sehingga tidak secara mendadak. Sontak membuat kaget para eks pegawai yang tanpa aba-aba namun sudah harus meninggalkan pekerjaannya. Hitam di atas putih terpaksa ia tanda tangani.
Lenyap sudah harapan untuk mempertahankan toko buku melegenda yang menjadi saksi sejarah dari era memperjuangkan kemerdekaan yang penuh perjalanan sangat panjang. Toko Gunung Agung kini metutup seluruh gerainya yang sampai detik ini masih tersisa lima.
Toko Buku Gunung Agung legendaris mencapai fase akhir yang tidak bisa dipungkiri lagi jika tetap bertahan dengan kondisi di era konvergensi media yang kian berat, tubuh perusahaan akan terlilit hutang piutang. Dalam membiayai operasional yang tidak tertampung lagi dan akan membebankan banyak pihak.