Satuimpresi.com – Kurban merupakan salah satu syariat yang telah ada sebelum masa Nabi Muhammad SAW. Tercatat dalam sejarah manusia pertama yaitu Nabi Adam, Allah telah menurunkan perintah berkurban kepada Qabil dan Habil sebagai simbolisasi pengorbanan hati dan taqwa atas perselisihan keduanya.
Tak hanya Nabi Adam, perintah berkurban turun pula kepada Nabi Ibrahim. Kisah kedua Nabi yang mulia ini diabadikan langsung oleh Alquran. Berbeda dengan Nabi Adam, Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih putranya Ismail.
Melihat perintah berkurban yang diturunkan kepada para Nabi di atas, tak terkecuali Nabi Muhammad, apakah sebenarnya hakikat berkurban? Mengapa Allah memerintahkan manusia untuk berkurban?
Perintah Berkurban dalam Alquran
Sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya, perintah berkurban Allah turunkan pula kepada Nabi Muhammad beserta umatnya. Perintah yang diturunkan kepada agama Samawi ini termaktub dalam surah al-Hajj ayat 34:
وَلِكُلِّ اُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِّيَذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلٰى مَا رَزَقَهُمْ مِّنْۢ بَهِيْمَةِ الْاَنْعَامِۗ فَاِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌ فَلَهٗٓ اَسْلِمُوْاۗ وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِيْنَ ۙ
“Bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban) agar mereka menyebut nama Allah atas binatang ternak yang dianugerahkan-Nya kepada mereka. Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa. Maka, berserah dirilah kepada-Nya. Sampaikanlah (Nabi Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang rendah hati lagi taat (kepada Allah).”
Dalam Tafsir Al-Misbah, Prof. Quraish Shihab menjelaskan tujuan diperintahkan syariat berkurban kepada umat Islam dan umat terdahulu adalah sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah. Cara tersebut dilakukan agar manusia menyadari kebesaran-Nya sekaligus mematuhi segala perintah-Nya.
Selain itu, pola kata yang digunakan pada ayat di atas yaitu mansakan yang berasal dari kata nasak yang memiliki arti menyembelih. Kata ini merujuk kepada tempat yang artinya sebagai tempat penyembelihan.
Berdasarkan hal tersebut, sebagian ulama memperluas makna dari kata mansakan menjadi ibadah dan ketaatan secara umum. Dengan demikian, umat manusia telah Allah berikan ritual ibadah dan ketaatan dalam rangka mendekatkan diri kepada-Nya.
Tak hanya al-Hajj ayat 34 di atas, perintah berkurban secara spesifik Allah perintahkan dalam surah al-Kautsar ayat 2 sebagai berikut:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ
“Maka, laksanakanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah!”
Pengorbanan Hati dan Taqwa
Telah disinggung sebelumnya, syariat berkurban dilakukan dengan segenap pengorbanan hati dan taqwa guna mendekatkan diri kepada Allah. Kisah Nabi Ibrahim yang diperintahkan untuk menyembelih putranya Ismail, tentu tidak akan berlangsung apabila tanpa keteguhan hati yang kuat.
Secara manusiawi, seseorang tidak akan mungkin menyembelih darah dagingnya sendiri. Terlebih apabila kehadiran seorang anak merupakan dambaan bagi orang tua. Namun demikian, sikap yang lain bisa kita lihat pada sesosok Nabi Ibrahim dan putranya.
Mereka memiliki keyakinan teguh akan pengorbanan yang dipersembahkan kepada Allah sebagai Tuhan Semesta Alam. Begitu pula pergolakan batin dalam pelaksanaan kurban tersebut bukanla hal yang mudah.
Sebagai manusia sekaligus seorang ayah, tentunya berulang kali berpikir untuk menyembelih anaknya. Akan tetapi perintah yang turun bukan serta merta dari makhluk, melainkan dari Allah ta’ala.
Pada akhirnya, Nabi Ibrahim membawa putranya ke suatu tempat untuk melaksanakan ritual kurban tersebut. Manakala Nabi Ibrahim mengarahkan pisau pada leher Ismail, Allah menggantikannya dengan hewan sembelihan. Kisah ini termaktub dalam surah as-Shaffat ayat 104 – 108 berikut:
وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاءُ الْمُبِينُ وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ.
“Kami memanggil dia, “Wahai Ibrahim, sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.” Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Kami menebusnya dengan seekor (hewan) sembelihan yang besar. Kami mengabadikan untuknya (pujian) pada orang-orang yang datang kemudian,”
Demikian pula ayat ini berlaku pada syariat berkurban di masa Nabi Muhammad dan umatnya. Melalui hewan yang dikurbankan di hari yang telah ditentukan, Allah mengajak hamba-Nya untuk turut menyembelih egoisme yang bersemayam dalam diri.
Tindak-tanduk manusia yang kerap diselimuti hawa nafsu duniawi, Allah berikan cara agar tetap tunduk dan patuh terhadap perintah-Nya. Sekilas, perintah menyembelih putranya yang turun kepada Nabi Ibrahim merupakan hal yang tidak akan mungkin sang ayah lakukan.
Namun, di sanalah titik baliknya. Allah menginginkan manusia tidak menghamba pada nafsu diri. Sebab satu-satunya yang berhak disembah dan manusia menghambakan diri hanyalah kepada Allah Tuhan Semesta Alam. Hakikat berkurban yang merupakan simbolisme pengorbanan dan taqwa, menjadi jalan bagi manusia untuk mendekat kepada-Nya. Wallahu’alam.
Natasya Aurel/Sadam