Saldi Isra Dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan MK karena Dissenting Opinion Putusan Syarat Capres-Cawapres

Foto: JPNN.com

Satuimpresi.com, Jakarta – Dewan Pimpinan Pusat Advokasi Rakyat untuk Nusantara (DPP ARUN) telah melaporkan hakim konstitusi Saldi Isra ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) berkenaan dengan pernyataan kontroversialnya saat memberikan pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam putusan uji materi UU Pemilu pada Senin (16/10/2023). ARUN, yang dikenal sebagai pendukung Prabowo Subianto dan telah menyatakan arah politiknya pada Kamis (13/7/2023) lalu, merupakan pihak yang mengambil tindakan ini.

Ketua Umum DPP ARUN, Bob Hasan, telah mengkritik pernyataan dissenting opinion yang disampaikan oleh Saldi Isra. Dia menyatakan, “Kami melaporkan Saldi Isra karena dissenting opinion-nya bersifat subjektif dan merusak reputasi hakim konstitusi lain.” Bob Hasan juga menekankan bahwa putusan MK seharusnya dihormati.

Saldi Isra sebelumnya mengakui kebingungannya terkait perubahan dalam putusan MK yang terjadi begitu cepat. Kebingungannya muncul karena perbedaan putusan antara perkara 29-51-55/PUU-XXI/2023 dengan perkara 90/PUU-XXI/2023. Dalam putusan perkara Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023, para hakim MK secara jelas menyatakan bahwa perubahan pada norma Pasal 169 huruf q dalam UU 7/2017 adalah wewenang pembentuk undang-undang. Namun, keputusan tersebut seakan menutup peluang untuk tindakan lain selain yang diambil oleh pembentuk undang-undang.

Bob Hasan mengajukan pertanyaan, “Apa yang mengubah pandangan masyarakat sehingga MK mengubah putusannya dari menolak, seperti dalam putusan MK Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023, menjadi mengabulkan dalam putusan a quo?”

Secara keseluruhan, ada beberapa permohonan yang diajukan untuk menguji batas usia minimal bagi calon presiden dan calon wakil presiden dalam norma Pasal 169 huruf q UU 17 tahun 2017 tentang Pemilu. Perkara Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 merupakan gelombang pertama dari permohonan tersebut. Dari banyak perkara tersebut, hanya perkara gelombang pertama yang disidang secara penuh dengan mendengarkan keterangan dari berbagai pihak, termasuk Presiden, DPR, dan ahli pemohon.

Dalam sidang tersebut, enam hakim konstitusi, termasuk Saldi Isra, menyatakan menolak dan menganggap Pasal 169 huruf q sebagai kebijakan hukum terbuka pembentuk undang-undang, sesuai dengan putusan MK Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023. Namun, gelombang kedua yang diputus oleh Ketua MK Anwar Usman mengubah beberapa hakim konstitusi yang sebelumnya menolak, menjadi memutuskan sebagian permohonan.

Bagikan: Saldi Isra Dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan MK karena Dissenting Opinion Putusan Syarat Capres-Cawapres