satuimpresi.com – Raja Ampat menghadapi ancaman serius dari aktivitas pertambangan nikel yang semakin meluas. Wilayah yang memegang status sebagai UNESCO Global Geopark karena kekayaan hayati lautnya yang luar biasa ini mendapatkan ancaman dari aktivitas tambang nikel yang diantaranya terdapat di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran. Aktivitas tersebut menimbulkan kekhawatiran karena Undang-Undang No.1 Tahun 2014 melarang pertambangan di pulau-pulau kecil yang rentan terhadap kerusakan lingkungan.
Greenpeace Indonesia mencatat bahwa lebih dari 500 hektar hutan di wilayah Raja Ampat telah berubah menjadi kawasan tambang. Dampak kerusakan lingkungan pun mulai terasa. Lumpur dari lahan tambang mengalir ke laut, menyebabkan sedimentasi yang mengancam ekosistem terumbu karang. Para nelayan lokal melaporkan berkurangnya jumlah ikan dan memburuknya kualitas air laut.
Selain itu, masyarakat adat dan pemuda Raja Ampat juga menyuarakan penolakan terhadap pertambangan yang merusak tanah leluhur mereka. Dalam acara Indonesia Critical Minerals Conference & Expo 2025 yang diselenggarakan di Jakarta, beberapa aktivis lingkungan dari Greenpeace menggelar aksi damai untuk menuntut perlindungan terhadap wilayah Raja Ampat.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, merespons tekanan publik tersebut dengan menyatakan bahwa pemerintah akan mengevaluasi izin-izin tambang di Raja Ampat. Ia berjanji akan memanggil para pemilik tambang untuk berdialog dan mempertimbangkan kelestarian lingkungan serta keberlangsungan masyarakat setempat.
“Nanti saya pulang saya akan evaluasi. Saya ada rapat dengan Dirjen saya, saya akan panggil pemilik IUP mau BUMN atau swasta,” ucap Bahlil di Jakarta dikutip Selasa (4/6/2025).
Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan tengah memproses laporan masyarakat terkait dampak pertambangan. Pihak kementerian juga membuka kemungkinan untuk mengambil langkah hukum terhadap perusahaan yang melanggar ketentuan lingkungan.
“Sementara hanya bisa menanggapi sedikit karena Deputi Gakkum juga sudah menindaklanjuti,” ungkap Vivien di Hotel Truntum Kuta, Bali, Rabu, (04/06/2025).
Dua Perusahaan Tambang Pegang IUP di Raja Ampat
PT Aneka Tambang Tbk (Antam) melalui anak usahanya, PT Gag Nikel, menguasai sepenuhnya izin usaha pertambangan nikel di Pulau Gag, Raja Ampat. Perusahaan tambang milik negara ini mengakuisisi seluruh saham Asia Pacific Nickel Pty Ltd (APN) milik BHP Billiton pada 2008, setelah sebelumnya hanya memegang 25% kepemilikan. Sejak saat itu, Antam menjalankan operasional tambang nikel di pulau kecil yang masuk kawasan konservasi laut tersebut.
PT Gag Nikel memegang izin eksploitasi hingga 2047. Namun, aktivitas tambang di Pulau Gag kini berhenti sementara. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memerintahkan penghentian kegiatan untuk melakukan verifikasi lapangan terkait dugaan pelanggaran lingkungan dan regulasi.
Selain PT Gag Nikel, PT Kawei Sejahtera Mining juga memegang izin usaha pertambangan di wilayah Raja Ampat, tepatnya di Pulau Kawe. Namun, publik tidak dapat mengakses informasi kepemilikan saham perusahaan ini secara terbuka. Dua nama yang muncul dalam jajaran manajemen perusahaan tersebut yaitu Meyer Togatorop sebagai Direktur dan Handoyo Tjondrokusumo sebagai Komisaris.
Sementara itu, pemerintah mengambil langkah awal terhadap aktivitas tambang nikel di Pulau Gag, Raja Ampat. Kementerian Investasi bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan menghentikan sementara operasional PT Gag Nikel. Keputusan ini muncul setelah berbagai laporan dan desakan dari masyarakat sipil yang menyoroti dampak lingkungan di kawasan konservasi laut tersebut.
“Untuk sementara, kami hentikan operasinya sampai dengan verifikasi lapangan. Kami akan cek,” ucap Bahlil di kantor Kementerian ESDM, Kamis,(06/06/2025).