Salah satu karakteristik ibadah dalam ajaran Islam adalah setiap ibadah pasti memiliki sisi sosial ekonomi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sehingga, manfaat suatu ibadah, bukan hanya dirasakan dalam konteks hubungan vertikal seorang hamba dengan Allah SWT, namun juga memiliki implikasi secara horizontal dengan sesama manusia. Sebagai contoh adalah ibadah kurban. Semangat berkurban yang dilaksanakan mulai dari tanggal 10 hingga 13 Dzulhijjah setiap tahunnya mencerminkan ketundukan dan keridhoan seorang hamba terhadap segala ketentuan-Nya.
Selain berkaitan dengan aspek keagamaan, ibadah kurban ternyata juga berkaitan dengan aspek ekonomi. Aspek ekonomi dalam ibadah kurban menjadi penting karena momen Iduladha bukan hanya sekedar rutinitas setahun sekali yang hanya lewat begitu saja, melainkan memiliki dampak yang dapat diambil untuk jangka panjang bagi pemberi maupun penerima daging kurban.
Secara ekonomi, ibadah kurban menjamin adanya permintaan tinggi terhadap hewan kurban, baik kambing/domba maupun sapi/kerbau. Bahkan permintaan terhadap hewan kurban cenderung terus mengalami kenaikan dari waktu ke waktu seiring dengan pertumbuhan ekonomi serta peningkatan kesadaran masyarakat untuk menunaikan ibadah kurban.
Berdasarkan Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa jumlah hewan kurban di Indonesia terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2021, jumlah hewan kurban tercatat sebanyak 2,5 juta ekor, sementara pada tahun 2022 meningkat menjadi 2,7 juta ekor. Dengan adanya peningkatan permintaan hewan kurban setiap tahunnya tentunya akan memberikan kesempatan bagi pelaku ekonomi mulai dari peternak, pedagang hewan, penyedia pakan, hingga jasa transportasi dan pengolahan daging.
Aktivitas ekonomi yang meningkat di sekitar perayaan Iduladha ini membantu menciptakan lapangan kerja sementara dan mendukung usaha kecil dan menengah (UKM). terutama bagi mereka yang terlibat dalam industri peternakan.
Ibadah kurban juga bisa dijadikan instrumen untuk menjaga keseimbangan perekonomian domestik dalam menghadapi tekanan krisis global. Kondisi ini dapat terpenuhi jika hewan kurban tersebut merupakan hasil produksi dalam negeri melalui industri peternakan rakyat bukan berasal dari impor.
Kurban menciptakan permintaan tahunan yang signifikan untuk hewan ternak seperti sapi, kambing, dan domba. Hal ini memberikan dampak langsung pada peternak lokal yang mendapatkan pendapatan tambahan dari penjualan hewan kurban. Permintaan yang tinggi terhadap hewan kurban berdampak langsung pada peningkatan pendapatan peternak.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Gadjah Mada menunjukkan bahwa pendapatan peternak bisa meningkat hingga 50% selama periode Iduladha dibandingkan bulan-bulan lainnya. Di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, menjelang Iduladha 2024, pasar hewan setempat mencatat kenaikan penjualan sapi hingga 20%.
Pedagang hewan lokal melaporkan bahwa sapi yang biasanya dijual seharga 20 juta rupiah per ekor bisa terjual hingga 21 juta rupiah menjelang hari raya. Dalam situasi krisis global, di mana sektor-sektor lain mungkin tertekan, permintaan tetap untuk hewan kurban membantu menjaga stabilitas ekonomi lokal.
Kurban juga berperan dalam membantu memperkuat ketahanan pangan nasional melalui tambahan pasokan konsumsi daging bagi para kaum duafa. Meskipun sifatnya temporer, daging kurban ini minimal diharapkan dapat meningkatkan konsumsi daging per kapita masyarakat yang saat ini berdasarkan data OECD FAO konsumsi daging sapi baru mencapai 2,25 kilogram per kapita per tahun. Jauh di bawah konsumsi daging warga Malaysia yang mencapai angka 5,72 kg per kapita per tahun.
Rendahnya konsumsi daging di Indonesia ini antara lain disebabkan oleh banyaknya jumlah warga yang tidak memiliki kemampuan untuk membeli daging. Dengan adanya pelaksanaan kurban setiap tahunnya, minimal mereka memiliki kesempatan untuk mengkonsumsi daging.
Selain itu, ibadah kurban secara prakteknya juga berpotensi dalam mendukung pencapaian tujuan yang ada pada SDGs (Sustainable Development Goals). SDGs merupakan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. SDGs adalah serangkaian 17 tujuan yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mencapai pembangunan berkelanjutan di tingkat global. Ibadah kurban secara praktek dapat mendukung pencapaian 6 dari 17 tujuan yang ada pada SDGs antara lain yaitu:
Pertama, Tidak ada kemiskinan (no poverty), Setiap tahunnya kurban menciptakan permintaan yang stabil dan signifikan untuk hewan ternak. Hal ini memberikan kesempatan bagi peternak, terutama peternak kecil dan menengah, untuk meningkatkan pendapatan mereka.
Kedua, Tidak ada kelaparan (no hunger), Salah satu tujuan utama dari kurban adalah distribusi daging kepada masyarakat yang kurang mampu. Hal ini berkontribusi langsung terhadap peningkatan kesejahteraan serta pengurangan kelaparan.
Ketiga, Kesehatan yang baik (good health and well-being), Meskipun pelaksanaan kurban hanya setahun sekali, paling tidak dengan adanya pelaksanaan kurban akan memberikan kesempatan bagi lebih banyak orang untuk mengkonsumsi daging dan terpenuhi nutrisinya sehingga tujuan ketiga dari SDGs tercapai yaitu kesehatan yang baik.
Kedelapan, Pekerjaan yang baik dan pertumbuhan ekonomi (decent work and economic growth), Kurban menciptakan berbagai peluang pekerjaan, baik langsung maupun tidak langsung, terutama di sektor peternakan dan industri pendukung. Selama periode Idul Adha, ada peningkatan kebutuhan tenaga kerja untuk merawat, mengangkut, dan menjual hewan kurban. Selain itu, kegiatan pemotongan dan distribusi daging juga memerlukan tenaga kerja tambahan.
Kesembilan, Industri, inovasi, dan infrastruktur (industry, innovation, and infrastructure), Saat Idul Adha tiba, permintaan terhadap hewan ternak akan meningkat. Jika permintaan meningkat, sektor ternak tentunya harus mampu memenuhi permintaan tersebut. Untuk dapat memenuhi permintaan tersebut, diperlukan pengokohan industri, penguatan infrastruktur yang dibutuhkan, serta penemuan inovasi yang dapat membantu proses produksi. Hal ini sejalan dengan tujuan SDGs kesembilan yaitu industri, inovasi, dan infrastruktur.
Kesepuluh, Berkurangnya ketimpangan, (reduced inequalities), Pembagian daging kurban adalah bentuk distribusi kekayaan dari orang-orang kaya kepada orang-orang kurang mampu. Setelah hewan itu dipotong, daging tersebut juga dibagikan ke orang-orang-orang yang membutuhkan sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya. Dengan begitu pelaksanaan kurban juga sejalan dengan tujuan SDGs kesepuluh yaitu berkurangnya ketimpangan.
Dari berbagai argumentasi di atas, jelas bahwa perintah kurban dalam Islam tidak hanya memiliki dimensi spiritual tetapi juga berdampak signifikan pada kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat. Penguatan ekonomi peternak, peningkatan kesejahteraan sosial, dorongan terhadap perekonomian lokal, dan kontribusi terhadap pencapaian SDGs merupakan bukti nyata bahwa ibadah kurban memiliki manfaat yang luas dan berkelanjutan.
Namun, masih terdapat beberapa tantangan yang perlu diatasi. Salah satunya adalah distribusi daging kurban, distribusi daging kurban perlu dikelola dengan lebih baik untuk memastikan bahwa daging tersebut didistribusikan secara merata ke seluruh Indonesia. Inovasi dalam teknologi distribusi, seperti penggunaan aplikasi untuk melacak distribusi daging, bisa menjadi solusi efektif dalam hal ini.
Selain itu, untuk memastikan kualitas dan kuantitas hewan kurban yang memadai, perlu adanya penguatan infrastruktur peternakan. Pemerintah dan sektor swasta dapat berinvestasi dalam teknologi peternakan modern, seperti sistem pemantauan kesehatan ternak berbasis IoT, penyediaan pakan berkualitas, dan pembangunan fasilitas peternakan yang memadai.
(Penulis: Fildzah Husna.)