Mitigasi Bencana Ala Badui

Salah satu jembatan yang berada di Badui. Membentang diatas sungai Ciujung.

Kawasan hutan di pegunungan Keundung, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten ini menjadi tempat tinggal suku Badui. Untuk menempuh lokasi ini, memakan waktu sekitar dua jam dari Terminal Ciboleger.

Dalam perjalanan yang hanya bisa diakses melalui jalan kaki ini, melewati tanjakan yang cukup curam. Tetapi selama perjalanan, pemandangan hutan, rumah warga Badui, serta pemandangan lainnya membuat kesan yang luar biasa bagi siapa saja yang bersilaturahim di area yang menjadi tempat bermukim suku Badui itu.

Masyarakat suku Badui sangat taat terhadap adat istiadat. Hingga saat ini, masyarakat Baduy hidup tanpa listrik dan seminim mungkin menggunakan peralatan modern. Sunda Wiwitan menjadi agama yang dianut oleh masyarakat Baduy.

Dalam ajaran Sunda Wiwitan, masyarakat Badui wajib menjaga bumi, selalu dekat dengan alam, dan tidak lepas dari bumi yang menjadi tempat tinggal dan bertumbuh. Oleh karena itu, masyarakat Badui sangat menaati aturan dan ajaran tersebut untuk senantiasa menjaga alam. Meski begitu, masyarakat Badui tidak terlepas dari berbagai potensi bencana yang juga pernah terjadi.

Potensi dan Penyebab Bencana di Badui

Di antara potensi  bencana di Badui itu adalah banjir bandang, longsor, dan kebakaran. Hampir semua bencana itu terjadi akibat ulah manusia. Tentu saja, hal itu bukan disebabkan oleh masyarakat Badui. Melainkan oleh ulah manusia-manusia yang tidak bertanggung jawab.

Tokoh Masyarakat Badui, Karmain mengatakan, kerusakan lingkungan yang terjadi di luar area Badui diduga kuat menjadi penyebab dari adanya bencana itu. Pria yang akrab disapa Ayah Karmain ini menambahkan, kerusakan lingkungan terjadi akibat adanya penambangan dan penebangan hutan liar.

Salah satu bencana yang diakibatkan oleh kerusakan lingkungan adalah banjir bandang dan tanah longsor. Menurut Ayah Karmain, bencana banjir bandang pernah terjadi selama dua kali di Kampung Gazebo, Badui. Sungai Cihujung yang bersebelahan dengan Kampung Gazebo itu meluap.

Bencana banjir Bandang di area Badui pernah terjadi selama dua kali di Kampung Gazebo Badui. Air yang berada di Sungai Cihujung yang bersebelahan dengan Kampung Gazebo itu meluap akibat adanya kerusakan lingkungan.

Penambangan dan penebahan hutan secara liar itu terjadi tepatnya di area Gunung Limun yang tidak jauh dari area Badui. Masyarakat Badui menanggapi itu dengan mendatangi tempat kerusakan itu dengan menangis dan berdoa agar para perusak itu tidak lagi melakukan penambangan dan penebangan hutan.

Masyarakat Badui tidak marah meskipun mereka telah terdampak dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab itu. Sebab, dalam ajaran mereka, sangat tidak boleh untuk menyinggung perasaan orang lain meskipun mereka salah.

Terlepas dari tangan-tangan manusia yang telah merusak lingkungan, masyarakat Badui menganggap bencana yang terjadi pada mereka merupakan teguran dari Tuhan untuk melakukan evaluasi atas apa yang telah mereka perbuat.

‘’Manusianya harus merubah pemikirannya dan tingkat kesadarannya. Kalau tidak terketuk dan sadar, gimana nanti kedepannya,’’ kata Ayah Karmain kepada para peserta Jelajah Bencana Badui yang digelar oleh Asia Pacific Alliance for Disaster Management (A-PAD) Indonesia yang bekerja sama dengan Disasterchanel.co.

Mitigasi Bencana Ala Badui

Menariknya, masyarakat Badui memiliki perencanaan untuk melakukan berbagai upaya mulai dari pencegahan sebelum suatu bencana terjadi sampai dengan penanganan usai bencana terjadi (mitigasi bencana). Hal itu mengacu pada ajaran, adat dan istiadat mereka.

Rumah masyarakat Badui yang seluruhnya berasal dari kayu ini ternyata tidak berasal dari hutan yang menjadi area tempat tinggalnya. Mereka justru membeli kayu-kayu tersebut dari luar area mereka yang sangat jauh.

Hal ini menjadi upaya dari masyarakat Badui agar hutan mereka terus lestari dan mengantisipasi terjadinya bencana seperti longsor. Menurut kepercayaanya, pohon di area mereka juga berpenghuni oleh makhluk tidak kasat mata. Oleh karena itu, tidak sembarangan apabila mau menggunakannya, kecuali telah ada arahan dari kokolot -tokoh masyarakat- mereka.

Selain itu, rumah masyarakat Badui yang seluruhnya terbuat dari kayu ini berpotensi terjadinya kebakaran. Untuk mengantisipasi itu, masyarakat Badui telah membentuk tim ronda di setiap kampung di Badui. Tim ronda tersebut bertugas mengawasi setiap kampung mereka pada siang hari, saat mayoritas masyarakat Badui pergi meninggalkan kampung untuk berladang yang sangat jauh dari kampung mereka.

Bagikan: Mitigasi Bencana Ala Badui